Jumat, 11 November 2016

Teori Modal Sosial


Pada minggu ini saya akan mereview materi tentang “Teori Modal Sosial”, meski saat ini presentasi sudah memasuki materi Teori Perubahan Kelembagaan. Sama-sama berasal dalam cabang ilmu sosial, pendekatan ilmu ekonomi dan ilmu sosiologi selama ini dianggap saling menegasikan. Dalam mengidentifikasi dan menguliti persoalan-persoalan pembangunan, misalnya, pendekatan ilmu ekonomi (klasik neoklasik) menganggap bahwa kelembagaan (informal) yang hidup  dalam struktur sosial tidak memiliki pengaruh terhadap kegiatan ekonomi  (investasi, distribusi, konsumsi, dan lain-lain). Sebaliknya, pendekatan ilmu sosiologi menentang asumsi-asumsi rasionalitas material (yang diusung oleh ilmu ekonomi) sebagai desain strategi pembangunan. Di luar itu, analisis ekonomi yang cenderung sangat kuantitatif dianggap oleh para sosiolog sangat mendangkalkan kontpleksitas relasi sosial yang ada di masyarakat, sehingga kebijakan-kebijakan ekonomi yang diproduksi selalu gagal beroperasi.

Akar dan Definisi Modal Sosial
Teori modal sosial pertama kali sesungguhnya dipicu oleh tulisan Pierre Bourdieu yang dipublikasikan pada akhir tahun 1970-an. Judul tulisan Bourdieu tersebut antara lain adalah  Le Capital Social: Notes Provisoires , yang diterbitkan dalam  Actes de la Recherche en Sciences Sociales (1980). Namun, karena publikasi tersebut dilakukan dalam bahasa Perancis, membuat tidak banyak ilmuwan sosial (khususnya sosiologi dan ekonomi) yang menaruh perhatian. Setelah James S. Coleman mempublikasikan topik yang sama pada tahun 1993, barulah para intelektual mengunduh tema tersebut sebagai salah satu  santapan  penting yang mempertemukan antardisiplin ilmu.  Akhirnya, hingga saat ini, banyak pihak yang berkeyakinan bahwa Coleman merupakan ilmuwan pertama yang memperkenalkan konsep modal sosial, seperti yang ia tulis dalam jurnal American Journal of Sociology yang berjudul  Social Capital in the Creation of Human Capital  (1988). Dengan modal ekonomi yang dimiliki seseorang/perusahaan bisa melakukan kegiatan (ekonomi) tanpa harus terpengaruh dengan struktur sosial, demikian pula halnya dengan modal manusia.  Hal inilah yang menyebabkan Coleman mendefinisikan modal sosial berdasarkan fungsinya.
Menurumya, modal sosial bukanlah entitas tunggal, tetapi entitas majemuk yang mengandung dua elemen: (i) modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur sosial; dan (ii) modal sosial memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku (aktor)  baik individu maupun perusahaan- di dalam struktur tersebut (within the structure). Dari perspektif ini, sama halnya dengan modal lainnya, modal sosial juga bersifat produktif, yakni membuat pencapaian tujuan tertentu yang tidak mungkin diraih bila keberadaannya tidak eksis.  Selanjumya, Baker mendefinisikan modal sosial sebagai  sumberdaya yang diraih oleh pelakunya melalui struktur sosial yang spesifik dan kemudian digunakan untuk memburu kepentingannya; modal sosial tersebut diciptakan lewat perubahan-perubahan dalam hubungan antarpelakunya. Sedangkan Schiff mengartikan modal sosial sebagai  seperangkat elemen dari struktur sosial yang memengaruhi relasi antarmanusia dan sekaligus sebagai input atau argumen bagi fungsi produksi dan/atau manfaat (utility). Selain itu, Burt memaknai modal sosial sebagai  teman, kolega, dan lebih umum kontak lewat siapa pun yang membuka peluang bagi pemanfaaat modal ekonomi dan manusia . Demikian pula dengan Uphoff yang menyatakan bahwa modal sosial dapat ditentukan sebagai akumulasi dari beragam tipe dari aspek sosial, psikologi, budaya, kelembagaan, dan aset yang tidak terlihat (intangible) yang memengaruhi perilaku kerjasama. Sementara itu, Pumam mendefinisikan modal sosial sebagai  gambaran organisasi sosial, seperti jaringan, norma, dan kepercayaan sosial, yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama yang saling menguntungkan . Seluruh definisi tersebut berujung dalam satu hal saja, bahwa modal sosial baru terasa bila telah terjadi interaksi dengan orang lain yang dipandu oleh struktur sosial.
Seluruh uraian tersebut membawa kepada satu nuansa, bahwa secara umum modal sosial bisa didekati dari dua perspektif. Pertama mengkaji modal sosial dari perspektif pelaku (actor’sperspektive) yang diformulasikan oleh Bourdieu yang melihat modal sosial berisi sumber daya dimana pelaku individu dapat menggunkannya karena kepemilikannya terhadap jaringan secara eksklusif (exclusive networks). Yang kedua mencermati modal sosial dari perspektif masyarakat yang dikonseptualisasikan pleh Pumam, yang melihat modal sosial sebagai barang publik yag diatur oleh organisasi dan jaringan horizontal yang eksis dalam masyarakat.

Modal Sosial : Empat Perspektif
           Bahwa dalam operasionalisasinya modal sosial yang dilihat menurut fungsinya mengandaikan memiliki aspek struktur dan kognisi. Jika dipilah dalam tiga penampakan, maka didapatkan sebuah operasionalisasi modal sosial sebagai berikut :

Struktur
Kognisi
Sumber pengejawantahan
Peran dan aturan, Jaringan dan hubungan interpersonal dengan pihak lain,prosedur dan kejadian
Norma-norma, nilai-nilai,perilaku,keyakinan
Cakupan (domains)
Organisasi sosial
Budaya sipil (civil culture)
Faktor dinamis
Ketertarikan horizontal,ketertarikan vertikal
Kepercayaan, solidaritas, kerjasama, kedermawanan
Elemen bersama
Ekspetasi yang mengarahkan kepada perilaku kerjasama yang saling menguntungkan


       Selanjumya, modal sosial sebagai jembatan bermakna tanpa adanya kelemahan ikatan antar komunitas seperti keberagaman sosial yang dipacu oleh perbedaan agama, klas, emisitas, jender, dan status sosial ekonomi, ikatan horizontal yang kuat dapat menjadi basis bagi kepentingan sektarian yang sempit. Artinya, pencapaian modal yang diinginkan bisa jadi mengabaikan kemungkinan bahwa hasil tersebut diperoleh dengan jalan membebani kelompoklainnya sehingga sebetulnya pencapaian tersebut tidak optimal , atau hasil yang diinginkan saat ini sebenarnya akan menimbulkan biaya dikemudian hari. Dalam level yang lebih makro, jembatan sosial dapat dikaitkan dengan tata kelola yang menghasilkan pencapaian ekonomi. Empat perspektif modal sosial antara lain:
Perspektif
Pelaku
Preskripsi kebijakan
Perspektif komunitarian
Asosiasi lokal
Kelompok komunitas
Kecil itu indah, mengidentifikasi aset sosial kaum miskin
Perspektif jaringan
Ikatan dan jembatan, ikatan komunitas
Wirausahawan, kelompok bisnis, perantara informasi
Desentrialisasi, menciptakan zona usaha, menjembatani pemisah sosial
Perspektif kelembagaan
Kelembagaan politik dan hukum
Sektor privat dan publik
Desain kebebasan sipil dan politik
Perspektif sinergi
Jaringan komunitas dan relasi negara masyarakat
Kelompok komunitas, masyarakat sipil, perusahaan dan negara
Produksi bersama, partisipapsi komplementaritas,keterkaitan dan penguatan kapasitasdan skala organisasi lokal

Modal Sosial : Implikasi Negatif
Meskipun konsep modal sosial diakui eksistensinya dan relevansinya dalam dataran teoritis maupun empiris, namun masih banyak ketidaksepakatan menyangkut beberapa hal mendasar sehingga menimbulkan kontroversi yang tidak berujung hingga kini. Dalam identifikasi yang mendalam, setidaknya kontroversi meyangkut konsep modal sosial ini bisa dibagi dalam empat isu antara lain sebagai berikut;
Isu
Isi
Masalah
Aset kolektif atau individu (Coleman, Pumam)
Modal sosial sebagai aset kolektif
Membaur dengan norma kepercayaan.
Jaringan terbuka ( Bourdieu, Coleman, Pumam)
Kelompok harus tertutup dan rekat
Visi klas masyarakat dan ketiadaan mobilitas
Fungsional (Coleman)
Modal sosial diindikasikan oleh efeknya terhadap tindakan tertentu
Tautologi (sebab ditentukan oleh efekya)
Pengukuran (Coleman)
Tidak bisa dikuantifikasi
Heuristik, tidak dapat salah

Di luar kontroversi di atas, bahasan tentang konsep modal sosial selama ini didominasi oleh cara pandang yang terlalu positif. Artinya, menempatkan modal sosial sebagai variabel yang dapat memberikan manfaat bagi kemaslahatan bersama, misalnya dalam pembangunan ekonomi. Padahal, modal sosial yang bertumpu kepada interaksi antarmanusia dalam struktur sosial yang inheren didalamnya, bisa saja menimbulkan implikasi negatif misalnya alokasi kegiatan ekonomi. Dalam salah satu risalahnya, Yoram Ben Porath (dalam Coleman, 1988;96) mengembangkan konsep yang sangat dekat dengan pengertian modal sosial, yakni yang disebut sebagai ‘F-connection’.  F-connection terdiri dari families (keluarga), friends (teman), firms (perusahaan). Jika dikembangkan lebih jauh, bisa jadi hubungan keluarga dan pertemanan bisa bermanfaat bagi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan atau karier yang lebih bagus. Sebagai contoh yang lebih sederhana, transaksi dengan seorang teman tentu akan lebih mudah dilakukan daripada dengan orang yang tidak dikenal sebelumnya. Tetapi, konsep f-conecction tersebut, dan secara lebih jauh konsep tentang teori modal sosial, dapat memiliki implikasi negatif terhadap pertukaran ekonomi atau kegiatan ekonomi lainnya secara keseluruhan.
Beberapa studi terbaru  sekurang-kurangnya menunjukan empat konsekuensi egatif dari modal sosial antara lain pengucilan dari pihak luar, dampak klaim terhadap anggota kelompok, rintangan kebebasan individu, dan penyempitan ruang lingkup dan norma. Dalam beberapa hal keempat konsekuensi negatif dari modal sosial tersebut nyaris tidak terbantahkan, bahkanbahkan ditengarai menjadi penyebab terpenting terjadinya keterbelakangan ekonomi dinegara berkembang. Modal sosial yang secara netral lebih banyak dimaknai sebagai energi terpenting bagi individu untuk menangkap dan memanfaatkan peluang melalui struktur sosial yang tersedia, ternyata secara empiris dapat menjadi sumber kegagalan bagi sebuah sistem untuk bekerja mencapai tujuan yang diinginkan. Inilah yang menyebabkan sistem yang dibangun di negara berkembang sulit berjalan karena diganjal dalam tahap implementasinya.

Modal Sosial dan Pembangunan Ekonomi
Dalam konteks ilmu ekonomi, seperti halnya modal ekonomi dan pemhahasan modal sosial sudah barang tentu direlasikan dengan pencapaian (pembangunan) ekonomi. Jadi, meskipun kelahiran konsep modal sosial dipicu dari ranah bidang ilmu sosiologi, begitu sampai dalam kupasan bidang ekonomi dianggap sebagai bagian dari bentuk modal yang diharapkan memiliki donasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Upaya untuk melakukan terobosan pembahasan ini sudah berlangsung lama, khususnya semenjak isu modal sosial mulai diperhatikan secara intensif pada awal dekade 1990-an. Jika dibagi dalam level studi, riset-riset yang mencoba menghubungkan antara modal sosial dan pembangunan ekonomi biasanya mengambil dua karakteristik berikut: (i) penelitian hulu yang mencoba mencari landasan teoretis yang merelasikan modal sosial dengan pembangunan ekonomi; dan (ii) penelitian hilir yang berusaha melacak implikasi modal sosial terhadap pembangunan ekonomi. Kedua studi tersebut masing-masing sudah menyumbangkan khasanah pemikiran matang, sehingga Saat ini telah tersedia beberapa argumentasi teoretis empiris untuk menjelaskan hubungan antara modal sosial dan pembangunan ekonomi.
Sebelum mengupas masalah hubungan antara modal sosial dan pernbangunan ekonomi, terlebih dulu akan dipaparkan perbedaan antara pertukaran ekonomi dan pertukaran sosial. Dalam perspektif rasionalitas transaksional, yang secara tipikal digunakan untuk melakukan analisis pertukaran ekonomi, tujuan utamanya adalah memperoleh modal ekonomi (sumber daya melalui transaksi) dan kepentingan dalam aspek transaksional pertukaran yang dimediasi oleh harga dan uang. Kegunaan dari pertukaran adalah untuk mengoptimalisasi keuntungan transaksional sedangkan pilihan rasional didasarkan kepada analisis hubungan-hubungan alternatif yang memproduksi beragam keuntungan dan biaya transaksional. Dengan basis ini, aturan-aturan penukaran berperan dalam dua hal. Pertama, jika hubungan dengan agen tertentu menghasilkan keuntungan, maka keputusannya adalah melanjutkan hubungan transaksi berikumya. Kedua, bila hubungan tersebut gagal menghasilkan laba relatif, maka ada dua pilihan yang dapat diambil: (1) menemukan hubungan alternatif yang bisa memproduksi keuntungan; atau (2) merawat hubungan tersebut, tetapi dengan berupaya mengurangi biaya transaksional. Keputusan di antara dua pilihan itu didasarkan kepada bobot relatif yang mungkin diambil dari kemungkinan memeroleh keuntungan atau mengurangi biaya transaksi. Dengan begitu, analisis kritis dalam pertukaran ekonomi memfokuskan kepada transaksi simetris dalam episodis atau transaksi yang berulang.
Hubungan antara modal sosial dan pembangunan ekonomi tersebut juga bisa dilacak dari sisi lain. Kegiatan ekonomi selalu berupa kerja sama (baik dalam pengertian kompetisi maupun saling-bantu) antarpelakunya, apa pun motif yang ada di baliknya (profit, status, harga diri, preferensi, dan lain-lain). Sedangkan kerja sama itu membutuhkan kepercayaan (trust), yang dalam ekonomi modern dapat digantikan dengan mekanisme formal untuk mencegah kecurangan/penipuan, seperti sistem kontrak. Tapi, formalitas itu sendiri tidak akan pernah menggantikan kepercayaan karena sisten kontrak hanyalah instrumen pendukung (bukan utama). Sampai di sini, pandangan paling agung dari modal sosial menyatakan bahwa kerja sama tergantung dari kepercayaan. Masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi (high trust societies) akan sanggup melakukan kerja sama sampai level organisasi yang sangat besar, semacam korporasi transnasional. Sebaliknya, masyarakat yang tingkat kepercayaannya rendah (low trust societies) kerja sama yang dapat digalang hanya sampai pada level terbatas, misalnya perusahaan yang berbasis keluarga (family based-firms). Jadi, dalam hal ini, harus dipahami modal sosial sebagai sumber daya bermakna bahwa komunitas bukanlah suatu produk atau hasil (outcome) pertumbuhan ekonomi, tetapi merupakan prakondisi bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi.

Daftar pustaka
Erani Yustika, Ahmad. 2013. Ekonomi Kelembagaan (Paradigma, Teori, dan Kebijakan). Erlangga,Jakarta.


#TUGAS9


Tidak ada komentar:

Posting Komentar