Lanjut
tugas Ekonomi Kelembagaan minggu ini, saya akan mereview materi “Teori Hak
Kepemilikan”. Realitasnya persoalan hak kepemilikan di negara-negara
berkembang, tidak seutuhnya rezim yang dianut merupakan rezim private maupun rezim state property right. Karena hak
kepemilikan memiliki arti yang spesifik dan dinamis sesuai degan konteks
lingkungan sector ekonomi yang hendak diterapkan di suatu negara. Itu pembukaan
materi yang ada pada bab ini, tetap belum mengerti materi minggu ini? Langsung
saja masuk dalam materi
Definisi dan Tipe Hak
Kepemilikan
Hak
kepemilikan bukan hanya merupakan bagian dari kerangka kerja kegiatan ekonomi,
tetapi juga sebagai bagian dari system aturan-aturan (system of rules) yang merupakan hasil dari proses ekonomi. Hak
kepemilikan didefinisikan sebagai hak-hak
untuk memiliki, menggunakan, menjual, dan mengakses kesejahteraan.
Kepemilikan (property) yang dimaksud
dapat berupa kepemilikan fisik (objek konnsumen, tanah, peralatan, modal) dan
kepemilikan yang tak terlihat (intanglble
property), seperti ide, puisi,
rumus/formula. Namun dari beberapa macam hak kepemilikan yang ada, dalam teori
ekonomi tenaga kerja dan teori ekonomi
adalah yang paling penting [Caporaso dan Levine, 1992:87]. Dalam
perkembangannya, sejarah hak kepemilikan dapat dipelajari melalui dua
pendekatan, yaitu :
1. Teori
kepemilikan individu
Merupakan representasi
dari doktrin hak-hak alamiah (natural
right) , yang merupakan basis dari
eknomi klasik yang mengarah pada pandangan individualistic.
2. Teori
kepemilikan social
Berargumentasi bahwa
masyarakat menyediakan mekanisme perbaikan bagi keterbatasan alamiah yang
inheren dari dalam diri manusia.
Karakteristik
Hak Kepemilikan
1. Universalitas
(universality), seluruh sumber daya dimiliki secara privat dan seluruh bagian
dispesifikasi secara lengkap.
2. Eksklusivitas
(eksclusifity), seluruh keuntungan dan biaya diperluas sebagai hasil dari
kepemilikan dan pemanfaatan seumber daya seharusnya tertuju kepada pemilik,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Tranferabilitas
(transferability), seluruh hak kepemilikan seharusnya dapat dipindahkan melalui
penjualan maupun yang lain.
4. Enforsibilitas
(ensforsibility), hak kepemilikan seharusnya dijamin dari pratik keterpaksaan
atau pelanggaran dari pihak lain.
Tipe rezim hak kepemilikan berdasarkan
pemilik, hak, dan kewajiban
TIPE
|
PEMILIK
|
HAK PEMILIK
|
KEWAJIBAN
|
Privat
|
Individu
|
Pemanfaatan yang
bisa diterima secara sosial
|
Mencegah
penggunaan yang tidak bias diterima secara sosial
|
Bersama
|
Kolektif
|
Pengecualian terhadap orang lain
|
Merawat, mengatur tingkat
pemanfaatan
|
Negara
|
Warga negara
|
Menentukan
aturan
|
Menjaga
tujuan-tujuan sosial
|
Akses
terbuka
(tanpa
kepemilikan)
|
Tidak ada
|
Memanfaatkan
|
Tidak ada
|
Hak
Kepemilikan Dan Rezim Sistem Ekonomi
Jika
berbicara mengenai rezim sistem ekonomi, setidaknya dapat didekati dalam tiga
kelompok besar, yaitu:
1.
Rezim sistem ekonomi
kapitalis
Dalam sistem ini seluruh kepemiikan dimiliki oleh
sektor privat (swasta). Sistem ini percaya hak kepemilikan privat yang
dimediasi oleh mekanisme pasar akan menghasilkan pancapaian ekonomi yang
efisien. Hal ini terjadi karena setiap pemilik hak kepemilikan dijamin
kepastian untuk memperoleh insentif ekonomi atas setiap aktivitas yang
dilakukan, misalnya untuk menjual, mengelola, menyewakan,dll.
2.
Rezim sistem ekonomi
sosialis
Sistem ekonomi sosialis menempatkan hak kepemilikan
berada di tangan negara. Negara yang berhak untuk memiliki dan mengelola
seluruh sumber daya ekonomi yang tersedia, seperti tanah. Dengan basis
kepemilikan negara tersebut, sistem ini yakin bahwa pemerataan ekonomi akan
lebih mudah diwujudkan daripada hak kepemilikan yang dipegang oleh pihak
swasta.
3.
Rezim sistem ekonomi
campuran
Sistem ekonomi ini menggabungkan kepemilikan ditangan
swasta dan negara. Setiap negara yang mengadopsi sistem ini berbeda-beda
intensitasnyadalam mengijinkan hak kepemilikan kepada sektor swasta maupun
negara. Umumnya negara diberi ruang mengelola hak kepemilikan yang strategis,
sperti sumber daya air, hutan,dll. Dengan sistem campuran ini, diharapkan pertumbuhan
ekonomi bisa tercapai tanpa harus mengorbankan tujuan pemerataan pembangunan.
Sekurangnya terdapat empat kritik terhadap
model ekonomi sosialis (Jafee, 1998:121).
1. Dibawah kekuasaan dan
kontrol sosialisme, ekonomi akan dipegang oleh sekelompok birokrat negara yang
umumnya tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat (pasar).
2.
Menempatkan peran
wirausahawan dalam sektor publik akan mengurangi pentingnya motif laba individu
dan insentif melakukan investasi, inovasi, mengambil resiko, dan merespon pasar
baru.
3. Sosialisme, melalui
kontrol terhadap alat-alat produksi ditangan negara menyebabkan konsentrasi
kekuasaan politik berada di tangan pihak yang ditunjuk oleh negara.
4. Ketiadaan pasar berarti
menempatkan dewan perencanaan pusat sebagai pihak yang memutuskan segala urusan
ekonomi, seperti penawaran permintaan dan harga. Faktanya urusan tersebut
sangatlah kompleks yang tidak mungkin dikelola sepenuhnya oleh negara sehingga
berpotensi menimbulkan pemanfaatan dan alokasi sumber daya yang tidak efisien.
Hak
Kepemilikan dan Ekonomi Kelembagaan
Untuk memahami konsep
dasar dari hak kepemilikan, langkah terbaik adalah dengan mula-mula
mengasumsikan bahwa seluruh kegiatan ekonomi mengambil tempat dalam kerangka
kelembagaan dasar dari negara liberal klasik (classical liberal state). Asumsi
itu menyebutkan bahwa hak kepemilikan ditetapkan kepada individu menurut
prinsip kepemilikan pribadi (private ownership) dan bahwa sanksi atas hak
kepemilikan dapat dipindahkan (transferable) melalui ijin menurut prinsip kebebasan
kontrak (freedom of contract). Dengan deskripsi ini, hak kepemilikan hampir
selalu berupa hak eksklusif (exclusive right), tetapi kepemilikan bukan berarti
hak yang tanpa batas (unrestricted right). Sedangkan Bromley dan Cernea
mendefinisikan hak kepemilikan sebagai hak untuk mendapatkan aliran laba yang
hanya aman (secure) bila pihak-pihak yang lain respek dengan kondisi yang
melindungi aliran laba tersebut. Makna ini dengan cukup terang mendonorkan
gambaran yang jelas, bahwa sesungguhnya hak kepemilikan menyangkut penguasaan
individu atas aset (dalam pengertian yang luas bisa berupa ilmu pengetahuan dan
ketrampilan) sehingga di dalam dirinya terdapat hak untuk menggunakan atau
memindahkan atas yang aset yang dikuasai/dimiliki. Basis konsep ini pula yang
nantinya dapat dipakai untuk memperluas cakupan dan pemahaman terhadap hak
kepemilikan.
Dengan basis pemikiran neoklasik yang berpendapat bahwa pasar
tidak bisa menyelesaikan masalah eksternalitas, seperti halnya pasar tidak akan
mampu memecahkan masalah hak kepemilikan, maka dari itu coase memberikan usulan
bahwa eksternalitas dapat diinternalisasikan dalam kegiatan ekonomi jika hak
kepemilikan telah dikelola dengan baik. Hal inilah yang menjadi pokok utama
dari teori coase. Teori coase ini merupakan antithesis dari teori yang
diberikan oleh pigou yang merujuk kepada instrument pajak untuk mengatasi
adanya eksternalitas. Menurut coase jika hak kepemilikan sudah diatur dengan
baik, maka peran pemerintah tidak dibutuhkan lagi dalam memecahkan masalah eksternalitas.
Dari teori coase tersebut menggambarkan bahwa Negara tidak diperlukan untuk
mengatasi masalah eksternalitas, coase lebih menyarankan agar hak kepemilikan
lebih diperjelas lagi sehingga untuk mengatasi eksternalitas dapat diselesaikan
melalui mekanisme pasar, Negara tidak perlu turun tangan unutk mengatasinya.
Bertentangan dengan teori coase tersebut pigou justru memaparkan bahwa
pentingnya peran Negara dalam mengatasi eksternalitas melalui adanya pajak.
Pada dasarnya hak
kepemilikan tidaklah statis, tetapi selalu berubah sesuai dengan kebutuhan dan
situasi masyarakat, dengan kata lain hak kepemilikan atas aset-aset yang pasti
akan berubah seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi. Kesimpulan yang dapat diambil dari berbagai
contoh kasus hal kepemilikan diatas yaitu sangat tergantung kepada pilihan dan
perkembangan teknologi yang ada, serta masyarakat pada dasarnya mereka berbeda
satu sama lain, maka akan memaknai hak kepemilikan secara berbeda pula.
Hak
Kepemilikan dan Efisiensi Ekonomi
Tema efisiensi ekonomi
selalu relavan dalam bidang ekonomi mengingat tujuan terpenting dari kegiatan
ekonomi (setidaknya menurut paham klasik/ neoklasik) adalah untuk mencapai
efisiensi. Efisiensi sendiri secara sederhana sebagai upaya memperoleh output
yang lebih besar dengan input (faktor produksi) yang sama. Dalam pendekatan
ekonomi kelembagaan, efisiensi tersebut bisa dicapai melalui dua cara, yakni
pendekatan statis dan pendekatan dinamis. Dalam pendekatan statis, efisiensi
ekonomi dicapai melalui spesialisasi tenaga kerja (division of labor).
Sedangkan dalam pendekatan dinamis, efisiensi ekonomi diperoleh dengan jalan
meningkatkan kapasitas dan inovasi teknologi sehingga produktivitas akan
meningkat. Umumnya, di negara maju
pendekatan dinamis yang lebih banyak di adopsi, sedangkan di negara berkembang
pendekatan statis yang lebih banyak dipakai untuk meningkatkan efisiensi. Jika
persoalan efisiensi ekonomi tersebut dikaitkan dengan hak kepemilikan, maka ada
beberapa perspektif yang bisa digunakan. Pertama, melihat hubungan antara hak
kepemilikan dengan kepastian hukum untuk melindungi penemuan- penemuan baru
(seperti teknologi). Dalam sudut pandang ini, negara yang bisa menjamin hak
kepemilikan terhadap penemuan/ inovasi teknologi (lewat paten) akan memiliki
implikasi yang besar terhadap produktivitas dan efisiensi ekonomi.
Kedua, melihat hubungan
antara hak kepemilikan dengan degradasi lingkungan. Sampai saat ini
ketergantungan aktivitas ekonomi terhadap Sumber Daya Alam (SDA) masih sangat
besar, khususnya di negara berkembang. Ketergantungan terhadap SDA tentu akan
menyebabkan terjadinya kecenderungan melakukan eksploitasi sebesar- besarnya
sehinggan berpotensi merusak lingkungan. Dalam konteks ini, hak kepemilikan
yang tidak jelas terhadap SDA cenderung akan merusak lingkungan dan dalam
jangka panjang akan menurunkan pertumbuhan (efisiensi) ekonomi. Oleh karena
itu, aliran hak kepemilikan menganggap bahwa hak kepemilikan swasta (private
property rights) sebagai jalan terbaik untuk memberikan insentif yang baik bagi
individudemi mau melakukan tindakan yang secara sosial maupun efisien (Baland
dan Plateau, 1996). Sebaliknya, daripada harus memindahkan hak kepemilikan
sumber daya alam kepada individu, paham hak kepemilikan bersama (common
property right school) beragumentasi bahwa hak kepemilikan atas SDA seharusnya
dikelola dan diatur oleh masyarakat (community), yang menberikan keuntungan
bagi masyarakat maupun pihak luar (outsiders).
Dengan begitu, kesimpulan
umum yang bisa diambil adalah adanya hubungan yang kuat antara hak milik yang
jelas dan kualitas lingkungan. Misalnya, para petani dengan hak atas tanah yang
aman lebih besar kecenderungannya mau melakukan investasi dalam konservasi
tanah, teknik- teknik pembudidayaan yang berkesinambungan dan praktek
perlindungan lingkungan lain (Feder, 1987). Penemuan- penemuan tersebut semakin
menyakinkan bahwa kepastian hak kepemilikan hanya akan jatuh kepada pihak
pemilik. Sebaliknya, apabila terdapat kerusakan terhadap hak kepemilikan, maka
biaya yang keluar atas kerusakan hak kepemilikan tersebut Cuma ditanggung oleh
pemiliknya. Dari paparan tersebut, terlihat bahwa yang paling penting adalah
adanya kejelasan/ kepastian atas hak kepemilikan sehingga setiap pemilik/
pengelolanya mempunyai insentif untuk memakai dan melindungi hak kepemilikannya
agar dapat dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan yang besar. Inilah yang
menjadi kunci efisiensi ekonomi (khususnya untuk kasus sumber daya alam), yakni
adanya kepastian hak kepemilikan yang dijamin melalui produk dan penegakan
hukum (law enforcement).
Daftar
pustaka
Erani Yustika, Ahmad. 2013. Ekonomi Kelembagaan (Paradigma, Teori, dan Kebijakan).
Erlangga,Jakarta.
#TUGAS8
PlayCasino.us | 500€/$/$/$200 Bonus | Wooricasinos.info
BalasHapusPlayCasino.us Casino Review 2021 and play a demo version 마이크로 게이밍 of this game 브라벗기기 at Wooricasinos for 토토 배당 real money. This casino 강친닷컴 is licensed 룰렛 규칙 by Curacao-licensed authorities.