Jumat, 30 September 2016

Teori Ekonomi Biaya Transaksi


Pada minggu ini saya akan melanjutkan meringkas dengan materi “Teori Ekonomi Biaya Transaksi”. Salah satu alat analisis yang populer dalam ilmu ekonomi keIembagaan adalah ekonomi biaya transaksi (transaction cost economics). Alat analisis ini sering digunakan untuk mengukur efisien tidaknya desain kelembagaan. Semakin tinggi biaya transaksi yang terjadi dalam kegiatan ekonomi (transaksi), berarti kian tidak efisien kelembagaan yang didesain, demikian sebaliknya. Meskipun begitu alat analisis ini dalam operasionalisasi masih mengalami beberapa hambatan. Hambatan tersebut dapat dipilah dalam tiga level. Pertama, secara teoretis masih belum terungkap secara tepat definisi dan biaya transaksi itu sendiri. Dengan belum adanya makna yang definitif berarti masih timbul cara pandang yang berlainan antar ahli ekonomi kelembagaan. Kedua, setiap kegiatan (transaksi) ekonomi selalu bersifat spesifik sehingga variabel dan biaya transaksi juga berlaku secara khusus. Tanpa ada definisi yang jelas tentang biaya transaksi menyebabkan kesulitan untuk merumuskan variabel-variabelnya. Ketiga, meskipun definisi dan vaniabel sudah dapat dirumuskan dengan baik dan jelas, masalah yang muncul adalah bagaimana mengukurnya. Pengukuran ini merupakan isu yang sangat strategis karena akan menuntun kepada akurasi sebuah analisis kelembagaan, terutama untuk melihat efisiensinya.

Definisi dan Makna Biaya Transaksi
Pandangan Neoklasik menganggap pasar berjalan secara sempurna tanpa biaya apapun karena pembeli memiliki informasi yang sempurna dan penjual saling berkompetisi sehingga menghasilkan harga yang rendah. Pada Kenyataannya, Informasi, kompetisi, sistem kontrak, dan proses jual beli bisa sangat asimetris. Inilah yang menimbulkan biaya transaksi, yang sekaligus bisa didefinisikan sebagai biaya untuk melakukan proses negosiasi, pengukuran, dan pemaksaan pertukaran. Singkatnya, Teori Biaya Transaksi menggunakan transaksi sebagai basis unit analisis, Sedangkan teori Neokasik memakai produk sebagai dasar unit analisis.
Teori coase mendemonstrasikan bahwa inefesiensi dalam ekonomi neoklasik bisa terjadi bukan hanya karena Struktur pasar yang tidak sempurna atau penjelasan standar lainnya, melainkan karena adanya kehadiran secara implisit biaya transaksi. North mendefinisikan biaya transaksi sebagai ongkos untuk menspesifikasi dan memaksakan kontrak yang mendasari pertukaran, sehingga dengan sendirinyamencakup semua biaya organisasi politik dan ekonomi yang memungkinkan kegiatan ekonomi mengutip laba dari perdagangan. Ringkasnya, Biaya Transaksi adalah ongkos untuk melakukan negosiasi, mengukur, dan memaksakan pertukaran. Biaya Transaksi dapat juga diartikan untuk memasukkan tiga kategori yang lebih luas: 1) Biaya Pencarian dan Informasi; 2) Biaya Negosiasi dan keputusan untuk mengeksekusi kontrak; dan 3) Biaya Pengawasan, pemaksaan, dan pelaksanaan .

Rasionalitas Terbatas dan Perilaku Oportunistik
Rasionalitas terbatas sendiri meujuk pada tingkat dan batas kesanggupan individu untuk menerima,menyimpan,mencari kembali,dan memproses informasi tanpa kesalahan (Williamson, 1973:317). Konsep ini didasarkan pada dua prinsip :
1.   Individu atau kelompok yang terdiri atas beberapa individu, memiliki batas-batas kemampuan untuk memproes dan menggunakan informasi yang tersedia.
2.     Tidak mungkin menyatakan bahwa semua negara di dunia dan semua hubungan sebab akibat yang relevan dapat diidentifikasi dengan bersandarkan pada kejadian sebelumnya.
Sedangkan perilaku opportunitis adalah upaya untuk mendapatkan keuntungan melalui praktik yang tidak jujur dalam kegiatan transaksi. Namun, laba yang didapat dari keuntungan yang bersifat keunggulan produktif (misalnya lokasi yang unik atau keterampilan yang berbeda) tidak dianggap sebagai  sikap opportunitis (Williamson,1973 : 317). Lebih dalam lagi, North (1990b:27) menolak asumsi adanya informasi sempurna dan pertukaran tanpa biaya (costless exchange) yang dibuat oleh model pasar persaingan sempurna. Sebaliknya, dia melihat adanya biaya transaksi dalam pertukaran akibat adanya  informasi yang tidak sempurna.
North menyatakan bahwa biaya mencari informasi merupakan kunci dari biaya transaksi, yang terdiri atas biaya untuk mengerjakan pengukuran kelengkapan-kelengkapan (attributes) yang dipertukakan dan ongkos untuk melindungi hak-hak kepemilikan dan menegakkan kesepakatan. Oleh karena itu, agar pertukaran atau perdagangan dapat terjadi dengan biaya transaksi yang murah, masing-masing pelaku ekonomi harus mengeluarkan sumber daya dalam tiga wilayah yang tergolong kegiatan kontrak (Poulton,et,al.,1998:12). Dengan begitu faktor yang penting dalam mempengaruhi besarnya biaya transaksi adalah sifat hak-hak kepemilikan didalam masyarakat.

Biaya Transaksi dan Efesiensi Ekonomi
North berargumentasi bahwa dalam komunitas pedesaan di negara sedang berkembang, biaya transaksi biasanya rendah. Hal ini bisa terjadi karena kedekatan hubungan dalam komunitas sehingga informasi tentang aktivitas-aktivitas dalam komunitas individu terjadi secara luas dan bebas. Sementara itu, Struktur Sosial memberikan mekanisme yang sangat penting bagi penegakan kesepakatan dan  memberikan resolusi apabila ad konflik diantara anggota komunitas.
Agar kegiatan  ekonomi terus berlanjut dan dalam jangkauan yang lebih luas, masyarakat harus berdagang dengan orang lain diluar komunitasnya. Semakin kompleks dan impersional jaringan perdagangan, kian tinggi biaya transaksi yang muncul. Selanjutnya, jika biaya transaksi terlalu tinggi, maka perdagangan tidak akan terjadi dan ekonomi menjadi stagnan. Oleh karena itu tantangan pembangunan ekonomi adalah untuk mengurangi biaya transaksi pada saat melakukan perdagangan yang semakin kompleks. Ini akan tercapai bila desain pembangunan kelembagaan yang dibuat memang mendukung kegiatan perdagangan,yakni melalui penyediaan informasi,melindungi hak kepemilikan, dan menyiapkan mekanisme yang efektif.  Besaran biaya transaksi dapat terjadi karena adanya penyimpangan dalam wujud:
1.      Penyimpangan atas lemahnya jaminan hak kepemilikan.
2.   Penyimpangan pengukuran atas tugas yang kompleks (multiple-task) dan prinsip yang beragam.
3.     Penyimpangan intertemporal, yang dapat berbentuk kontrak yang timpang, responsivitas waktu nyata (real time), ketersembunyian informasi yang panjang, penyalahgunaan strategis.
4.   Penyimpangan yang muncul karena kelemahan dalam kebijakan kelembagaan  yang berhubungan dengan pembangunan dan reformasi ekonomi.
5.      Kelemahan integritas.

Determinan dan Variabel Biaya Transaksi
Isu utama dalam biaya transaksi adalah pengukuran. Meskipun berbagai studi empiris telah dilakukan, beberapa kerancuan definisi masih ada dan hasil yang diperoleh tidak selalu memuaskan semua pihak. Beberapa studi tersebut, misalnya, dikerjakan oleh Wallis dan North yang benusaha unruk memisahkan biaya transaksi, yang dipahami sebagai biaya sektortransaksi (transaction sector dalam perekonomian di Amerika, di mana biaya transaksi itu tidak tergambarkan secara langsung dalam transaksi nasional. Demzets juga melakukan pengukuran langsung dan mempekirakan biaya transaksi dengan menggunakan pasar keuangan yang terorganisasi dengan mempertimbangkan perbedaan antara tingkat penjualan dan pembelian apabila dengan menambahkan biaya untuk broker (broker fee). Sebaliknya, Williamson menggunakan metode pengukuran secara tidak langsung. Dia memfokuskan pada hubungan khusus antara investasi spesifik (misalnya dalam bentuk kontrak yang telah disepakati) sebagai pengukuran biaya transaksi. Ide utamanya adalahsifat struktur keIembagaan (dan hak-hak kepemilikan) sangat mempengaruhi level biaya transaksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya transaksi dapat dikelompokkan dalam tiga Hal berikut:
1)           What : The Identify of  Bundle Rights. Hak-hak atau komoditas memiliki banyak atribut yang nilai, pengukuran,kebijakan ,dan pemaksaanya beragam dari satu jenis dengan tipe yang lain.
2)         Who : To identify agents involved in the exchanges. Ini erat dengan faktor-faktor manusia yang muncul dalam asumsi wiliamson yakni rasionalitas terbatas , batas-batas bahasa, oprtunisme, dan kurangnya informasi.
3)        How : The Institutions, Technical and Social, governing the exchange and how to organize the exchanges. Dalam Hal ini pasar diandaikan sebagai kelembagaan untuk memfasilitasi proses pertukaran yang keberadaanya dibutuhkan untuk mengurangi biaya pertukaran, sedangkan perusahaan juga dapat dianggap sebagai kelembagaan yang memfasilitasi pertukaran yang saling menguntungkan.

Setidaknya terdapat empat  determinan penting dari biaya transaksi sebgai unit analisis :
1)                Apa yang disebut atribut perilaku dari setiap pelaku ekonomi (behavioral attributes of factors).
2)                 Sifat yang berkenaan dengan atribut dari transaksi, yaitu spesifitas aset,ketidakpastian, dan frekuensi.
3)       Hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelola kegiatan ekonomi yaitu pasr, hybrid, hierarki, pengadilan,regulasi, birokrasi publik.
4)    Faktor yang berhubungan dengan aspek lingkungan kelembagaab yakni hukum kepemilikan , kontrak ,dan budaya.


Daftar Pustaka
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Penerbit Erlangga. Jakarta





#TUGAS4

Sabtu, 24 September 2016

Paradigma Ekonomi Kelembagaan



Pada minggu ketiga ini saya akan meringkas tentang paradigma ekonomi kelembagaan, teori ekonomi kelembagaan menggunakan pendekatan multidisipliner untuk mengkaji fenomena ekonomi, yakni dengan memasukkan aspek sosial, hukum, politik, budaya, dan yang lain sebagai satu kesatuan analisis. Jadi, pada asas ini, teori ekonomi kelembagaan paralel dengan sifat asasi dari ilmu sosial, yakni sejak awal harus disadari bahwa ilmu sosial memiliki 2 dimensi yang harus dipahami secara kritis. Pertama, jika berkaitan dengan negara, ilmu sosial tidak hanya memiliki daya penjelas atau kapasitas interpretatif, tetapi juga berpotensi melegitimasi dan mendelegitimasi. Kedua, bila bersinggungan dengan masyarakat, maka ilmu sosial tidak berbicara tentang legitimasi dan delegitimasi, melainkan tentang ilmu-ilmu sosial instrumental dan ilmu-ilmu sosial kritis. Ilmu-ilmu sosial sosial instrumental bisa dimaknai sebagai disiplin ilmu-ilmu sosial yang bertujuan akhir pada tindakan, yaitu pada dominasi masyarakat. Sedangkan ilmu-ilmu sosial kritis memiliki tujuan akhir pada emansipasi masyarakat. Emansipasi ini bertolak dari dalam, dengan memerdekakan kesadaran dari keadaannya yang tidak reflektif (Kleden, 1997:27-28).

Perilaku Teknologis dan Ideologis
Analisis ilmu ekonomi bisa dibagi dalam empat cakupan: alokasi sumberdaya, tingkat pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan, produksi dan harga, distribusi pendapatan, struktur kekuasaan. Menurut Veblen, kelembagaan adalah kumpulan norma dan kondisi-kondisi ideal yang direprodiksi secara kurang sempurna melalui kebiasaan pada masing-masing generasi individu berikutnya. Dengan demikian, kelembagaan berperan sebagai stimulus dan petunjuk terhadap perilaku individu. Para ahli kelembagaan berpendapat bahwa rentang alternative manusia ditentukan melalui struktur kelembagaan atau konteks dimana mereka lahir, yakni ruang untuk memulai analisis dengan melihat struktur kelembagaan. 
Aliran Veblen membedakan antara perilaku teknologis dan kelembagaan sebagai titik awal untuk menerangkan kontribusi teoritis dari aliran kelembagaan. Pikiran dan tindakan teknologis atau instrumental meliputi penjelasan dari sebab ke akibat. Tindakan ini adalah tindakan yang bukan bersifat kekerasan/paksaan dan menjadi pokok dari verifikasi empiris tentang kemampuanya untuk mencapai tujuan tertentu. Sebaliknya, perilaku kelembagaan dan seremonial dibengkokkan dengan pertimbangan-pertimbangan peringkat dan status. Perilaku ini dilakukan dengan tekanan sosial dan diservikasi melalui kewenangan yang ada. Aktivitas yang bersifat instrumental yakni upaya untuk menghentikan pemahaman keilmuan/keilmiahan, merupakan kekuatan dinamis dalam pembangunan ekonomi. Sebaliknya, kelembagaan adalah kebiasaan umum dari system status di masyarakat, seperti kelaziman, hukum, politik, agama, dan moralitas.
Setiap analisis kelembagaan diminta untuk hati-hati dalam merumuskan perilaku. Perilaku yang mendasar pada akar tindakan manusia dalam struktur kelembagaan (norma, pekerjaan, peraturan-peraturan, pemanfaatan, dan keinginan) ketimbang keinginan individual yang banyak dianggap tidak asli atau tidak bisa dipercaya karena sifat subjektif dan introspektifnya. Behaviorisme memahami keinginan individu, bila harus digunakan dalam analisis, sebagai suatu keinginan yang muncul dari kelembagaan budaya dimana individu tersebut lahir. Jadi individu tidak berdiri sendiri, tetapi beralas dari struktur sosial.
Individu secara terbatas mengarah pada transaksi hukum dan kesepakatan. Dengan demikian oleh ahli kelembagaan, pasar tidak dilihat sebagai mekanisme yang netral untuk melakukan alokasi yang efisien dan kesederajatan distribusi. Namun, para ahli kelembagaan melihat pasar sebagai mekanisme yang bisa dari banyak hal. Dalam hal ini, pasar dianggap sebagai refleksi dari eksistensi kekuasaan; sehingga pasar tidak hanya mengontrol, tetapi juga dikontrol.

Realitas Dan Evolusi
Filsafat kontemporer tentang ilmu pengetahuan telah digunakan untuk memahami metodologi ahli kelembagaan dan bagaimana kelembagaan ini berbeda dari ekonomi konvensional. Tentu saja, dalam perspektif ini,tugas utama ekonom modern adalah untuk memahami, menginterprestasikan, dan menjelaskan kenyataan yang ada di sekitarnya, Tetapi, tujuan utama ini seringkali memunculkan pertayaan, bagaimana proses penjelasan tersebut telah menjadi sumber kontroversi yang besar. Pada intinya adalah isu bahwa ilmu pengetahuan modern dibedakan hanya pada sisi persoalan subjek, bukan dalam metode. Mazhab formal, yang meliputi positivisme logis dan rasionalisme, termasuk dalam kubu yang mempunyai pandangan seperti itu,sehingga sebagian besar ekonomi konvensional masuk kedalam kategori ini.
Sebaliknya, aliran Holistik, termasuk model-model pola dan cerita, mengungkapkan keyakinan bahwa perubahan subjek juga sekaligus memerlukan perubahan metode. Ekonomi kelembagaan, ekonomi politik radikal,dan marxisme masuk ke dalam kategori ini (Wilber dan Harrison,1988:96). Dengan kategorisasi ini, metode dalam tradisi ekonomi kelembagaan merupakan hal yang sama pentingnya dengan subjek itu sendiri. Bahkan,seringkali, subjek merupakan satu kesatuan dengan metode itu sendiri. Selanjutnya, subjek dan metode tersebut juga berkaitan dengan data. Robert Heilbroner menyatakan bahwa bentuk data ekonomi tertentu adalah tidak stabil. Dia mengklasifikasikan data ekonomi kedalam dua kategori berbeda, pertama, data berhubungan dengan the physical nature of the production process, sedangkan yang kedua, data yang berhubungan dengan the behavioral response to economic stimuli.
Dengan demikian, aliran kelembagaan bersifat holistic karena memfokuskan pada pola hubungan diantara bagian-bagian keseluruhan. Hal ini sekaligus merupakan tindakan yang evolusioner karena perubahan-perubahan didalam pola hubungan dilihat sebagai esensi dari realitas sosial. Pada tingkat yang lebih kongkrit, ekonomi kelembagaan memberi apresiasi terhadap sentralisasi kekuasaan dan konflik dalam proses ekonomi. Dengan dasar inilah, ekonomi kelembagaan meletakkan aspek sosial, budaya, hukum, politik dan lain-lain ebagai satu kesatuan unit analisis yang tidak dapat dipisahkan.

Metode Kualitatif: Partikularitas dan Subyektivitas
Memahami individu atau masyarakat tidak hanya soal subyek tetapi juga metode. Metode itulah yang akan membawa kepada kebenaran dan kebenaran inilah yang hendak giuji dalam dua pendekatan penelitian ilmu sosial, yaitu metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif ini terdiri dari tiga permis: general, obyektif, dan prediktif (terukur). Pendekatan ini percaya bahwa fenomena sosial berlaku secara universal dan setiap tindakan-tindakan individu merupakan turunan dari perilaku kumpulan individu. Sebaliknya, penelitian kualitatif dimengerti dengan tiga premis yang berlawanan dengan kuantitatif, yaitu: partikular, subyektif, dan nonprediktif. Premis-premis inilah yang menjadi dasar dari konstruksi penelitian kualitatif, yang sekaligus menjadi metode analisis ekonomi kelembagaan.
Metode penelitian kualitatif dan kuantitatif secara tradisional sering dibedakan menurut pendekatan epistemologinya. Metode kualitatif bersandar pada pendekatan interpretatif sedangkan metode kuantitatif bersandar pada pendekatan positivistik (Meetoo dan Temple, 2003:5). Setiap penelitian harus berurusan dengan representasi, yakni pilihan dan jumlah sampel yang dipakai. Pada penelitian kualitatif tidak berbicara mengenai jumlah namun langsung menunjuk pada penggunaan satu daerah, komunitas, kelompok, dan lain-lain sebagai sampel penelitian. Hal tersebut berbeda dengan penelitian kuantitatif yang menganggap sampel mewakili gambaran populasi, sehingga jumlah sangat mempengaruhi layak tidaknya sampel tersebut menjadi representasi populasi. Dengan dasar itu, ilmu ekonomi beranggapan dapat menyajikan suatu penilaian yang obyektif, yang kemudian disebut sebagai fakta. Penelitian kuantitatif dianggap lebih obyektif karena keberhasilannya untuk dapat mengukur dan membandingkan atas data-data yang dimiliki.

Nonprediktif: Nilai Guna Dan Liabilitas Data
Membedakan Penelitian kuantitatif dan kualitatif berdasarkan sifat prediktif dan non prediktif bahwa penelitian kuantitatif biasanya berujung pada peramalan tentang kemungkinan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi akibat adanya pemantik yang diberikan. Dengan model ini peneliti lebih tergerak untuk memberikan informasi dari pada prediksi. Penelitian kualitatif lebih banyak merujuk kepada pemaknaan konsep, definisi, karakteristik, metafora, simbol dan deskripsi atas sesuatu. sebaliknya, penelitian kantitatif berkonsentrasi untuk menghitung dan mengukur sesuatu. Penelitian kualitatif dan kuantitatif berlainan dimana yang pertama memberikan penjelasan dan yang kedua menyodorkan ramalan. Ada dua alasan mengapa penelitian kualitatif tidak berminat meramalkan kejadian di masa depan yang pertama pada tingkat filosofis watak sebuah penelitian sosial tidak harus tahu tentang kejadian dimasa depan, seberapa besarnya peluang untuk melakukan itu. yang kedua pada tatanan pragmatis nilai guna sebuah penelitian bukan terletak pada kemampuannya untuk memprediksi, melainkan kesanggupannya untuk menyodorkan pemahaman-pemahaman baru melalui analisis yang mendalam.
Hubungan antara pendekatan ekonomi kelembagaan dengan pendekatan kualitatif lebih mudah dipetakan, pendekatan ekonomi kelembagaan memberikan jalan keluar bagaimana cara memahami sebuah proses sosial yang kompleks sedangkan penelitian kualitatif menyediakan metode untuk mengorek secara mendalam sebab akibat dari proses sosial tersebut. Meskipun begitu penelitian kuantitatif tidak haram digunakan dalam analisis ekonomi kelembagaan. Sampai batas tertentu ukuran-ukuran yang mungkin dikuantifikasi tetap bermanfaat sebagai analisis ekonomi kelembagaan. misalnya, ukuran efisiensi dalam ekonomi kelembagaan bisa dilacak dari biaya transaksi yang muncul. Semakin besar biaya transaksi yang muncul dari pertukaran berarti menunjukkan kelembagaannya tidak efisien, untuk tiba pada kesimpulan efisien atau inefisien itulah seringkali dibutuhkan pengukuran.

Daftar Pustaka
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Penerbit Erlangga. Jakarta


#TUGAS3

Sabtu, 17 September 2016

Pemaknaan Ekonomi Kelembagaan



Setelah minggu kemarin meringkas “Apa sih Ekonomi Kelembagaan itu?”, minggu ini saya meringkas materi “Pemaknaan Ekonomi Kelembagaan”. Dalam kajian historis, akar dari teori kelembagaan sendiri sesungguhnya sudah dimulai sejak lama, terutama ahli kelembagaan dari tradisi AS (American Institutonal Tradition), seperti Thorstein Veblen, Wesley Mitchell, John R. Commons dan Clarence Ayres. Di samping itu, ada juga varian lain yang melekat pada ekonom klasik semisal Adam Smith dan John Stuart Mill ; Karl Max dan aliran Marxian lainya; Mazhab Austria seperti Menger, Von Wieser dan Hayek ; Schumpeter; dan tokoh Neoklasik khususnya Marshall. Tradisi yang pertama (American Institutionalist Tradition) kemudian dikenal sebagai “Ilmu Ekonomi Lama” (Old Institutionalist Economics). “New Institutionalist Economics (NIE) diambil dari Oliver Williamson (1975), biasanya NIE juga disebut “Mathematic Institutional Economics”. “Theoretical Institutional Economics”, “Modern Institutional Economics” dan “Neo-institutional Economics”.
Ekonomi kelembagaan lama sebagian besar bersumber dari dua proyek penelitian, yakni penelitian pertama yang dipelopori oleh Thorstein Veblen (yang kemudian dikembangkan dan dimodifikasi oleh Clarence Ayres) dan penelitian kedua di pandu oleh John R. Commons. Veblen memusatkan perhatianya pada dikotomi antara bisnis dan aspek industrial dalam perekonomian yang selanjutnya fokus kajian ini pengembangan dikotomi antara kelembagaan dan teknologi. Sedangkan Commons lebih berkonsentrasi kepada hukum, hak kepemilikan (property rights), dan organisasi yang memiliki implikasi terhadap kekuatan ekonomi, transaksi ekonomi dan distribusi pendapatan. Kelembagaan dilihat sebagai pencapaian dari proses formal dan informal dari resolusi konflik. Jika konflik tersebut bermuara kepada penciptaan (perubahan) kelembagaan yang memiliki “nilai yang masuk akal” atau menghasilkan “irama kerja yang saling menguntungkan” atau maka bisa dikatakan proses tersebut ‘telah berhasil’ demikian sebaliknya.
Sebagai abstraksi, Challen (2000:13-14) mengungkapkan beberapa karakteristik umum dari kelembagaan yakni:
1.   Kelembagaan secara sosial diorganisasi dan didukung, yang biasanya kelembagaan membedakan setiap rintangan rintangan atas perilaku manusia, misalnya halangan biologis dan rintangan fisik.
2.             Kelembagaan adalah aturan aturan formal dan konvensi informal serta tata perilaku.
3.       Kelembagaan secara perlahan lahan berubah atas kegiatan kegiatan yang telah dipandu maupun di halangi.
4.             Kelembagaan juga mengatur larangan larangan dan persyaratan persyaratan.
Definisi dari ekonomi kelembagaan justru memfokuskan kepada studi  mengenai struktur dan fungsi dari sistem hubungan manusia atau budaya yang secara eksplisit mencangkup perilaku dan keinginan individu, dengan mempertimbangkan perilaku kelompok dan tujuan tujuan umum masyarakat. Konteks sektor industri, kelembagaan merupakan seperangkat aturan-aturan yang mempengaruhi bagaimana perusahaan mengorganisasi untuk produksi dan menyediakan barang/jasa maupun berinteraksi dengan perilaku ekonomi lain. Praktik industri standar adalah kepemilikan yang krusial dari struktur industri yang merefleksikan pelaksanaan keputusan keputusan yang dibuat oleh perusahaan individu.
Semua atau sebagian besar dari ekonom kelembagaan adalah pragmatis, mempelajari fakta bukan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk menyelesaikan masalah masalah dan membuat kehidupan menjadi lebih baik. Faktanya, menurut Kapp ekonomi kelembagaan selalu bertujuan untuk menciptakan representasi yang menyeluruh dari proses ekonomi, baik di dalam maupun bagian dari sistem sosial yang kompleks dan interaksi yang terjadi di dalamnya.
            Pendeknya, ciri ekonomi kelembagaan bisa ditandai dari tiga karakteristik berikut:
1.             Adanya kritik umum terhadap anggaran awal dan elemen normatif yang tersembunyi dari analisi ekonomi tradisional.
2.             Pandangan umum proses ekonomi sebagai sebuah sistem terbuka dan sebagai bagian dari jaringan sosio-kultural sebuah hubungan.
3.     Penerimaan umum atau prinsip “aliran sebab akibatsebagai hipotesis utama untuk menjelaskan dinamika proses ekonomi, termasuk proses keterbelakangan dan pembangunan.
  Jika di komparasikan antara ekonomi kelembagaan dan ekonomi neoklasik maka keduanya meyakini bahwa esensi dari ilmu ekonomi adalah bagaimana menghasilkan atau mendistribusikan barang dan jasa yang sangat terbatas. Keduanya juga mengasumsikan kemampuan manusia untuk mengelola hal itu, serta percaya pada sistem dan mekanisme insentif dan disintensif. Ekonomi kelembagaan dan ekonomi neoklasik percaya terhadap prinsip prinsip kegunaan yang makin lama makin berkurang. Baik ekonomi kelembagaan maupun ekonomi neoklasik merasa yakin akan kemampuanya untuk mengatasi kompetisi pasar tidak sempurna. Ekonomi neoklasik jelas sangat peduli terhadap perubahan atau konsekuensi yang terjadi akibat perubahan kegunaan kepuasan individu.
Samuel menyimpulkan delapan aspek dari ekonomi kelembagaan :
1.   Ekonomi kelembagaan cenderung menekankan kepada proses evolusioner melalui penolakannya terhadap teori ekonomi klasik yang percaya terhadap mekanisme penyesuaian otomatis lewat perubahan perubahan dalam sistem harga.
2.        Ahli-ahli kelembagaan menolak pandangan neoklasik mengenai pasar bebas dan pasar yanga efisien. Mereka mengutamakan pandangan tentang eksistensi kelembagaan yang mengandaikan adanya tindakan kolektif dari individu-individu di dalam masyarakat. Mereka juga berargumentasi bahwa sistem pasar itu sendiri merupakan hasil dari perbedaan kelembagaan yang telah eksis dalam kurun waktu tertentu.
3.       Ide penting yang dibuat oleh ekonom kelembagaan adalah bahwa faktor teknologi tidaklah ‘given’. Teknologi merupakan proses perubahan yang berkesinambungan dan hal itu menyebabkan perubahan yang penting pula. Dengan pandangan itu, teknologi bisa menentukan ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya fisik.
4.           Ahli kelembagaan mengampanyekan yang menyatakan bahwa sumber daya dialokasikan melalui struktur kelembagaan yang bermacam-macam dan dalam beragam hubungan kekuasaan yang hidup di masyarakat.
5.          Menurut Samuels kelembagaan merupakan nilai yang tidak melihat harga harga relatif, namun nilai kepentingan terhadap kelembagaan, struktur sosial dan perilaku.
6.             Kultur dan kekuasaan menentukan cara bagaimana individu berperilaku.
7.         Samuel berpandangan bahwa ahli ekonomi kelembagaan lebih pluralistik atau demokratis dalam orientasinya.
8.    Akhirnya, ekonomi kelembagaan melihat ekonomi merupakan cara pandang yang menyeluruh dan mecoba untuk menjelaskan aktivitas ekonomi dalam perspektif multidispliner.
Sebelumnya dijelaskan Ekonomi kelembagaan lama, sekarang kita membahas Ekonomi kelembagaan baruEkonomi kelembagaan baru tersebut di kembangkan oleh penulis yang berbeda-beda yang lebih kurang di mulai dari kerja kerja mereka pada dekade 1930-an. Mengembangkan gagasan tentang organisasi ekonomi untuk mengimbangi gagasan intelektual kebijakan kompetisi dan regulasi industri Amerika Serikat pada dekade 1960-an, yang menganggap semua itu bisa dicapai oleh kebebasan ekonomi dan kewirausahaan. Dalam pendekatan NIE (New Institutional Economic), kehadiran informasi yang tidak sempurna, eksternalitas produksi dan barang barang publik diindenfikasi sebagai sumber terpenting terjadinya kegagalan pasar. Kegagalan kelembagaan tersebut merujuk kepada struktur kontrak dan hukum, serta regulasi dari penegakan pihak ketiga yang lemah, padahal semua itu harus di perkuat untuk dapat menjalankan transaksi pasar.
NIE beroperasi pada dua level yakni lingkungan kelembagaan dan kesepakatan kelembagaan. Seperangkat struktur aturan politik, sosial, dan legal yang memapankan kegiatan produksi, pertukaran dan distribusi. Institutional arrangement merupakan kesepakatan antara unit ekonomi untuk mengelola dan mencari jalan agar hubungan antar unit tersebut bisa berlangsung, baik lewat cara kerja sama maupun kompetisi. Menurut Williamson, melalui pasar, pasar bayangan, maupun model kontrak yang memakai hierarki. Jadi fokusnya adalah transaksi individu dan pertanyaan berkaitan dengan bentuk organisasi. NIE adalah pengembangan dari ekonomi neoklasik yang memasukan peran biaya transaksi dalam pertukaran dan juga mengambil kelembagaan sebagai rintangan kritis dalam upaya memeroleh kinerja ekonomi. Secara eksplisit cabang-cabang ilmu ekonomi kelembagaan itu ingin menunjukan bahwa fenomena ekonomi tidak dapat dilihat hanya dari perspektif ekonomi semata, tetapi harus ditangani secara lebih luas. Ekonomi kelembagaan melihat transaksi sebagai kejadian sosial yang berdimensi luas. Secara lebih spesifik, perilaku manusia dalam semua kegiatan sebetulnya ditentukan oleh dua hal yakni keuntungan ekonomi dan penerimaan sosial.

Daftar Pustaka
Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Penerbit Erlangga. Jakarta



#TUGAS2

Minggu, 11 September 2016

Apa sih ekonomi Kelembagaan itu?

 
Ilmuwan-ilmuwan sosial yang memiliki latar belakang yang berbeda mengartikan  kelembagaan menurut sudut pandang keilmuwanannya. Doglas North mengartikan kelembagaan sebagai batasan-batasan yang dibuat untuk membentuk pola interaksi yang harmonis antar individu dalam melakukan interaksi politik, sosial dan ekonomi (North, 1990). Berpendapat sama dengan North, Schmid (1972) mengartikan kelembagaan merupakan beberapa peraturan yang berlaku di masyarakat, kelompok atau komunitas, yang mengatur hak, kewajiban, tanggung jawab, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sedangkan menurut Schotter (1981), kelembagaan merupakan peraturan yang telah disepakati oleh semua anggota masyarakat. Salah satu kunci dalam aspek ekonomi kelembagaan adalah menyangkut property right atau hak pemilikan. Property right ini melekat dalam bentuk aturan formal dan juga norma sosial dan adat. Bagian lain yang juga penting dalam konteks ekonomi kelembagaan adalah menyangkut biaya transaksi.
Biaya transaksi adalah sisi lain atau pendekatan lain yang digunakan untuk menjelaskan aspek ekonomi dari kelembagaan (Black, 2002). Biaya transaksi mempertimbangkan manfaat dalam melakukan transaksi di dalam organisasi dan antara aktor (organisasi) yang berbeda dengan menggunakan mekanisme pasar. Jadi pada intinya, Ekonomi Kelembagaan adalah ekonomi yang menekankan pada hak kepemilikan. Perekonomian dikembangkan oleh individu atau kelompok yang memiliki sarana atau faktor produksi. Sehingga mereka memiliki keleluasaan atau wewenang untuk mengatur dan berperan dalam sektor perekonomian serta pengembangannya.
Adanya aliran Ekonomi Kelembagaan merupakan reaksi dari  ketidakpuasan terhadap aliran Neoklasik, yang merupakan lanjutan dari aliran ekonomi Klasik. Menurut Hasibuan (2003) inti pokok aliran ekonomi Kelembagaan adalah melihat ilmu ekonomi dengan satu kesatuan ilmu sosial, seperti psikologi, sosiologi, politik, antropologi, sejarah, dan hukum. Mereka merangkum hal tersebut dalam analisis ekonomi, namun demikian di antara mereka masih mempunyai ragam dan variasi pandangan. Pada garis besarnya mereka menentang pasar bebas atau persaingan bebas dan motif laba maksimal. Landreth dan Colander (1994) membagi para tokoh ekonomi Aliran Kelembagaan dalam tiga golongan, yaitu tradisional, quasi dan neo. Yustika (2006) membagi aliran kelembagaan kedalam ilmu ekonomi Kelembagaan lama (old institutional economics) dan ilmu ekonomi Kelembagaan baru (new institutional economics). Kombinasi dari kedua pandangan tersebut yaitu:
1.      Aliran Kelembagaan Lama (old institutional economics)
Kritik Veblen sangat tajam terhadap ilmu ekonomi ortodoks, dimana definisi dari ekonomi ortodoks adalah pemikiran ekonomi yang menggunakan dan melanjutkan ekonomi Klasik, seperti persaingan bebas, persaingan sempurna, manusia adalah rasional, motivasi memaksimalkan kepuasan dan meminimalkan pengorbanan ekonomi. Sebaliknya, ekonomi heterodoks melihat perilaku variabel ekonomi dalam lingkungan yang lebih luas, seperti penjelasan-penjelasan yang diberikan aliran sejarah di Jerman dan begitu pula aliran ekonomi kelembagaan yang muncul di Amerika Serikat (Landreth dan Colander, 1994; Brue, 2000; dan Hasibuan, 2003).
Menurut Veblen teori ekonomi ortodoks merupakan teori teologi, oleh karena akhir cerita telah ditentukan dari awal. Misalnya, keseimbangan jangka panjang itu tidak pernah dibuktikan, tetapi telah ditentukan walaupun ceritanya belum dimulai. Ilmu ekonomi menurutnya bukan hanya mempelajari tingkat harga, alokasi sumber-sumber tetapi justru mempelajari faktor-faktor yang dianggap tetap.
2.      Aliran Quasi Kelembagaan
Salah satu dari tokoh aliran ini adalah Joseph Schumpeter. Pemikiran Schumpeter mengacu kepada ekonomi jangka panjang, yang terlihat dalam analisisnya baik mengenai terjadinya inovasi komoditi baru, maupun dalam menjelaskan terjadinya siklus ekonomi. Keseimbangan ekonomi yang statis dan stasioner seperti konsep kaum ortodoks mengalami gangguan dengan adanya inovasi. Meskipun demikian, gangguan tersebut dalam rangka berusaha mencari keseimbangan yang baru. Inovasi bisa tidak berlanjut kalau kaum wiraswasta telah terjebak dalam persoalan-persoalan yang sifatnya rutin. Meskipun Schumpeter kadang-kadang masih menggunakan beberapa asumsi ekonomi ortodoks, akan tetapi juga memasukkan aspek dinamik dengan mengkaji terjadinya fluktuasi ekonomi dimana terjadi resesi, depresi, penyembuhan (recovery) dan berada puncak (boom).
Invensi dan inovasi merupakan kreativitas dalam pembangunan, tetapi dapat terkandung sifat destruktif. Jadi dengan inovasi tersebut keseimbangan yang statis terganggu, oleh karena arus uang meningkat dan tingkat harga juga meningkat. Sebaliknya terjadi pula kontraksi bila barang-barang baru itu melimpah di pasar, sedangkan kredit harus dibayar, sehingga tahap resesi akan terjadi seperti telah dikemukakan oleh Micthell. Meskipun begitu, keseimbangan baru dapat terjadi lagi tetapi tidak dalam kondisi semula. Posisi keseimbangan baru berada dalam titik keadaan yang lebih besar karena telah terjadi pertumbuhan ekonomi.
3.      Aliran Kelembagaan Baru (new institutional economics)
Aliran Ekonomi Kelembagaan Baru (New Intstitutional Economics disingkat NIE) dimulai pada tahun-tahun 1930-an dengan ide dari penulis yang berbeda-beda. Menurut Yustika (2006), pada tahun-tahun terakhir ini terjadi kesamaan ide yang mereka usung itu kemudian dipertimbangkan menjadi satu payung yang bernama NIE. Secara garis besar, NIE sendiri merupakan upaya perlawanan terhadap dan sekaligus pengembangan ide ekonomi Neoklasik, meskipun tetap saja dapat terpengaruh oleh ideologi dan politik yang pada pada masing-masing para pemikir.
Ronald Coase yang memperoleh hadiah Nobel Ekonomi pada tahun 1991 dan merupakan salah satu peletak dasar NIE, mengembangkan gagasannya tentang organisasi ekonomi untuk mengimbangi gagasan intelektual kebijakan kompetisi dan regulasi industri Amerika Serikat pada tahun 1960-an, yang menganggap semua itu dapat dicapai oleh kebebasan ekonomi dan kewirausahaan. Meskipun begitu, NIE bisa begitu menarik bagi sebagian pemikir kiri (left-wing thinkers), yaitu mereka yang merasa NIE dapat menyediakan dasar intelektual (teoritis) untuk melunturkan dominasi aliran Neoklasik atau aliran sejenisnya yang bertumpu kepada keberadaan pasar bebas.


Daftar Pustaka
Santosa, Purbayu Budi. 2008. Relevansi dan Aplikasi Aliran Ekonomi Kelembagaan. Vol. 9, No. 1, Juni: 46 - 60

Yustika, Ahmad Erani. 2012. Ekonomi Kelembagaan: Paradigma, Teori, dan Kebijakan. Penerbit Erlangga. Jakarta

#TUGAS1