Jumat, 28 Oktober 2016

Teori Ekonomi Politik





Setelah break untuk review mingguan karena ada kuis dan ujian tengah semester, minggu ini saya kembali mereview dengan materi “Teori Ekonomi Politik”. Sebelum berkembang seperti saat ini, ilmu ekonomi dulunya berinduk kepada ilmu ekonomi politik. Sedangkan ekonomi politik sendiri merupakan bagian dari ilmu filsafat. Langsung saja lebih jelasnya kita lihat apa saja yang terdapat pada bab ini

Sejarah dan Pemaknaan Ekonomi Politik
Menurut Clark  (1998:21-23) dalam Erani (2013), munculnya teori ekonomi dapat dilacak dari periode antara abad 14 dan 16, yang biasa disebut masa transformasi besar di Eropa Barat sebagai implikasi dari sistem perdagangan yang secara perlahan menyisihkan sistem ekonomi feodal pada abad pertengahan. Selanjutnya, pada abad 18 muncul abad pencerahaan yang marak di Perancis dengan para pelopornya, antara lain, Voltaire, Diderot, D’Alembert, dan Condilac. Pusat gagasan dari pencerahan ide tersebut adalah adanya otonomi individu dan eksplanasi kapasitas manusia. Sedangkan istilah ekonomi politik sendiri pertama kali diperkenalkan oleh penulis Perancis, Antoyne de Montchetien (1575-1621), dalam bukunya yang bertajuk Triatise on Political Economy. Sedangkan dalam bahasa Inggris, penggunaan istilah ekonomi politik terjadi pada 1767 lewat publikasi Sir James Steuart (1712-1789) berjudul Inequiry into the Principles of Political Economy. Perdebatan antara para ahli ekonomi politik akhirnya memunculkan banyak sekali aliran dalam tradisi pemikiran ekonomi politik. Secara garis besar, mazhab itu dapat dipecah dalam tiga kategori, yakni:
1.              Aliran ekonomi politik konservatif yang dimotori oleh Edmund Burke.
2.           Aliran ekonomi politik klasik yang dipelopori oleh Adam Smith, Thomas Malthus, David Ricardo, Nassau Senior, dan Jean Baptiste Say
3.         Aliran ekonomi politik radikal yang dipropagandakan oleh William Godwin, Thomas Paine, Marquis de Condorcet, dan Karl Marx.


Pendekatan ekonomi politik semakin relevan untuk dipakai karena struktur ekonomi sendiri tidak semata-mata ditentukan secara teknis. Ia terdiri dari dua bagian yang saling terkait. Pertama, kekuatan produksi material-pabrik dan perlangkapan (atau modal), sumber-sumber alam, manusia dengan skill yang ada (tenaga kerja) dan teknologi. Teknologi menentukan hubungan produksi yang sifatnya teknis, sehingga proporsi bahan mentah, mesin dan tenaga kerja bisa dialokasikan dengan biaya yang paling minimal. Kedua, relasi reproduksi manusia, seperti hubungan antara para pekerja dan pemilik modal atau antara para pekerja dan manajer. Begitulah struktur ekonomi tersusun dari elemen material-teknis dan hubungan manusia. Setidaknya terdapat dua tipe ekonomi politik yang bisa diterapkan, baik sebagai penasehat otentik bagi partai yang berkuasa, yakni pihak yang melihat kebijakan sebagai cara untuk memaksimalkan nisbah bagi partai, atau sebagai intelektual yang menempatkan kebijakan sebagai instrumen untuk memecahkan hambatan ekonomi politik agar bisa memaksimalkan kesejahteraan sosial sesuai amanat konstitusi.
Sementara dalam model kebijakan ekonomi sendiri, setidaknya dikenal dua perspektif yang digunakan untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan (Pipitone, tt:3-4). Pertama, pendekatan yang berbasis pada maksimalisasi kesejahteraan konvensional (conventional welfare maximization). Pendekatan ini berasumsi bahwa pemerintah (negara) bersifat otonom dan eksogen terhadap sistem ekonomi sehingga setiap kebijakan yang diciptakan selalu berorientasi kepada kepentingan publik. Di sini pemerintah dianggap aktor serba tahu dan tidak memiliki kepentingan sendiri (self-interest). Kegagalan pasar dan efisiensi  dalam alokasi sumber daya merupakan pusat dari pendekatan ini. Akibat adanya kegagalan pasar dan alokasi sumber daya tersebut, pemerintah diharapkan  hadir melalui kebijakan untuk melakukan koreksi pasar sehingga kepentingan kesejahteraan publik bisa dicapai. Kedua, pendekatan yang bersandarkan pada asumsi ekonomi politik  dan sering disebut dengan "ekonomi politik baru" (new political economy). Pendekatan ini menolak ide pendekatan pertama yang menempatkan pemerintah  (negara) sebagai aktor yang "maha tahu" sehingga bisa mengatasi kegagalan pasar. Sebaliknya, pendekatan ini justru berargumentasi bahwa negara sendiri sangat berpotensi untuk mengalami kegagalan (government failure). Pendekatan ini memfokuskan kepada alokasi sumber daya publik dalam pasar politik (political market) dan menekankan kepada perilaku mementingkan diri sendiri (self-interest-motivated) dari politisi, pemilih (voters), kelompok penekan, dan  birokrat. Pemakaian pendekatan ini diperkuat oleh lima hal yaitu :
1.      Penggunaan kerangka kerja ekonomi politik berupaya menerima eksistensi dan validalitas dari perbedaan budaya politikbaik formal maupun informal.
2.    Analisis kebijakan akan memperkuat efektifitas sebuah rekomendasi karena mencegah pemikiran yang deterministic.
3.   Analisis kebijakan mencegah pengambilan kesimpulan terhadap beberapa alternative tindakan berdasarkan kepada perspektif waktu yang sempit.
4.    Analisis kebijakan yang berfokus ke Negara berkembang tidak bisa mengadopsi secara penuh orientasi teoritis statis.
5.      Analisis kebijakan lebih mampu menjelaskan interkasi antar manusia.

Teori Pilihan Publik
Pendekatan ekonomi politik baru yang menganggap negara/pemerintah, politisi atau birokrat sebagai agen yang memiliki kepentingan merupakan pemicu lahirnya pendekatan public choice (Pilihan Publik). Dalam konteksnya, masyarakat pemilih dikategorikan sebagai pembeli barang-barang publik (kolektif) sementara pemerintah sebagai penyedia barang publik. Dalam praktiknya, masyarakat “membeli barang publik” sebagai pemilihan umum untuk memilih calon legislatif dan eksekutif dan pemerintah yang telah dipilih harus menyediakan barang publik setalah menang sebagai wujud adanya ekonomi politik berupa demokrasi. Menurut Knight, 2014;190, aktor-aktor negara memiliki kepentingan sendiri. Kepentingan itu termasuk tawar-menawar (bargaining) memiliki dua kepentingan yaitu kepentingan langsung (direct interest) memicu aktor mengabaikan pelayanan eksternal, dan kepentingan tidak langsung (indirect interest) mengakibatkan ketidaksempurnaan distribusi dari kelembagaan formal dalam menyusun kebijakan jangka panjang. Asumsi yang digunakan dalam teori pilihan publik (Streeton dan Orchard, 1994:123)  antara lain:
  1. Kecukupan kepentingan material individu memotivasi adanya perilaku ekonomi
  2. Motif kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan teori ekonomi neoklasik
  3. Kecukupan kepentingan individu yang sama memotivasi adanya perilaku politik
  4. Asumsi kepentingan yang sama dipahami dengan teori neoklasik
 Berikut adalah tabel perbedaan cara pandang ekonomi klasik dengan ekonomi publik :
Variabel
Ekonomi Klasik
Pilihan Publik
Pemasok
Produsen, pengusaha, distributor
Politisi, parpol, birokrasi, pemerintah
Peminta
Konsumen
Pemilih
Jenis Komoditas
Private goods
Public goods
Alat Transaksi
Uang
Suara
Jenis Transaksi
sukarela
Politik sebagai pertukaran

 
Teori Rent-Seeking
Dilatar belakangi dari pemerintah yang akan menentukan strategi perekonomian, yang diambil dan menjadi penentu arah serta alat kontrol bagi keseluruhan kegiatan ekonomi yang dilakukan baik oleh masyarakat, swasta, maupun pemerintah sendiri. Peran pemerintah sebagai penentu strategi ekonomi ini, terkadang menarik pihak-pihak tertentu untuk menjalin hubungan dengan pemerintah. Hal ini para pihak-pihak tertentu tersebut melakukannya demi mencari keuntungan. Secara empiris, pihak-pihak yang mencari keuntungan tersebut lazim disebut sebagai pemburu rente (rent-seekers). Hal ini dikarenakan pada pokoknya mereka mencari peluang untuk menjadi penerima rente yang dapat pemerintah berikan dengan menyerahkan sumber dayanya, menawarkan proteksi, atau memberikan wewenang untuk jenis-jenis kegiatan tertentu yang diaturnya.Singkatnya, dimana semakin besar perluasan pemerintah menentukan alokasi kesejahteraan, maka kian besar kesempatan bagi munculnya para pencari rente (Little, 2002;128).
Nicholson (1999) dalam Deliarnov (2006;59) mengatakan bahwa yang dimaksud sewa ekonomi atau rente suatu produksi tertentu adalah kelebihan pembayaran atas biaya minimum yang diperlukan untuk tetap mengonsumsi faktor produk tersebut. Rente dapat diartikan juga adalah sebuah kegiatan untuk mendapatkan pendapatan dengan cara monopoli, lisensi, dan penggunaan modal kekuasaan di dalam bisnis. Dalam teori ekonomi klasik teori rent-seeking ini tidak dimaknai secara negatif sebagai kegiatan ekonomi yang menimbulkan kerugian, bahkan juga berarti positif karena dapat memacu kegiatan ekonomi secara simultan, seperti halnya seseorang yang ingin mendapatkan laba maupun upah (Erani, 2013;107). Satu gagasan yang di ungkapkan oleh Buchanan untuk mencegah munculnya pemburuan rente adalah dengan membuat regulasi yang memungkinkan pasar berjalan secara sempurna, yakni melalui peniadaan halangan masuk bagi pelaku ekonomi dan peningkatan persaingan (Erani, 2013;110).

Teori Redistribusi dan Keadilan
Pengambilan kebijakan (pemerintah) lebih memberikan tekanan kepada kegiatan menyaring dan memilah milah nilai kelompok kelompok kepentingan khusus, memilih kelompok kelompok yang merka anggap tepat dan mengalihkan sumber daya kepada kelompok kelompok bersangkutan melalui saluran hukum. Setiap kali pemerintah memberikan perlakuan istimewah atau pengampunan pajak, menurunkan harga, memberikan perlindungan permanen dan kelompok pekerja tertentu sehingga mereka tidak dapat dipecat, atau memberikan hak khusus pada bidang usaha tertentu. Maka berarti dengan sendirinya diciptakan pula biaya dan manfaat yang melenyapkan rangsangan peluang bagi pihak pihak lain (de Soto1992). Pesaingan memperoleh hak khusus ini, yang berjalan melauli proses pembuatan aturan,mengakibatkan masyarakat tertular permainan politik, dan banyaknya peraturan yang buruk menimbulkan berbagai biaya bagi sektor informal dan sektor formal adalah akibat langsung dari persaingan ini.    Menurut Stingler, ada dua alternatif pandangan tentang bagaimana sebuah peraturan diberlakukan. Pertama, peraturan  dilembagakan terutama untuk membelakukan proteksi dan kemanfaatan tertentu untuk publik atau sebagian sub-kelas dari publik tersebut. Kedua, suatu tipe analsis dimana proses politik dianggap merupakan suatu penjelasan yang rasional 
        Permasalah pemanfaatan hukum bagi kepentingan kelompok tertentu, saat ini perkembangannya sudah sedemikian memuncak sehingga pembentukan organisasi untuk memperoleh pendapatn dengan Cuma Cuma yang dibagikan negara atau disalurkan melalui sistem hukum atau setidaktidaknya untuk melindungi diri sendiri dari proses ini dengan membentuk apa yang dinamakan redistributiv combines, yang tidak terbatas pada bidang bidang yang ;azimnya erat berhubungan dengan kegiatan politik partai politik, media massar, atau organisasi informal tetapi meluas sampai ke perusahaanperushaaan dan bahkan pada keluarga keluarga. Menurut rachbini (1996), dalampola redistributic combines ini sumber sumber ekonomi aset produktif, dan modal didistribusikan secara terbatab hanya di lingkungan segelintir orang. Berlakungan pola redistrinutive combines ini terjadi akibat sistem politik yang tertypu karena dilindungi sistem hukum yang kabur dan ketidakadaan rule of law di bidang ekonomi. Menghubungkannya dengan teori keadilan akan menjadi masalah yang sudah umum dipemerintahan. John Rawl yang membangun teori kedailan mengkosptualisasikan teori keadilan bertolak dari prinsip :
a.     Setiap orang harus mempunyai hak yang sama terhadap skema kebebasan dasar yang  sejajar sekaligus kompatibel dengan skema kebebasan yang dimiliki orang lain.
b.      Ketimpangan sosial dan ekonomi harus ditangani keduanya.

Melalui cara berpikir tersebut, Rawls percaya bahwa suatu keadilan datang dari sesuatu yang benar dan bukan sebaliknya. Keadilan sosial yang dikonsepkan oleh Rawls diarahkan kepada penyiapan nilai terhadap sebuah standar aspek distribusi dari struktur standar masyarakat. Selain itu, dalam kaintannya dengan pasar bebas, teori keadilan Rawls merupakan kritik terhadap sistem keadilan Adam Smith. Raws setuju dengan konsep Smith mengenai perwujudan diri manusia sesuai dengan pikihan bebas dan usaha setiap orang. Ia juga sepakat dengan Smith bahwa pasar bebasmenyediakan kemungkinan terbaik bagi perwujudan penentuan diri manusia. Namun Rawls melihat mekanisme pasar bebas gagal berfungsi secara baik, oleh karena itu, menurut Rawls pasar bebas justru menimbulkan ketidakadilan. Karena setiap orang masuk kedalam pasar dengan bakat dan kemampuan yang berbeda, peluang sama yang diberikan pasar justru tidak akan menguntungkan semua peserta. Pasar bebas akan mencipatakan kepincangan karena perbedaan bakat dan kemampuan antara satu orang dengan yang lainnya.

Daftar pustaka
Clark, Barry. 1998. Political Economy: A Comperative Approach. Second Edition. London: Wesport – Connecticut.
Deliarnov. 2006. Ekonomi Politik. Jakarta; Erlangga.
Erani Yustika, Ahmad. 2013. Ekonomi Kelembagaan (Paradigma, Teori, dan Kebijakan). Erlangga,Jakarta.
Little, I.M.D. 2002. Ethics, Economics and Politics. New York; Oxford University Press.
Rachbini, Didik J. 1991. Dimensi Ekonomi dan Politik pada Sektor Informal. Prisma. No.5, Tahun XX, Mei.


#TUGAS7


Tidak ada komentar:

Posting Komentar